Untuk adik-adikku. Saya tulis pada 8
Mei 2013 pukul 9:27
Aku mencoba merangkum kenangan masa
kecilkubersama kalian di rumah tabon Mbah Pipi Bleberan
Sebentar, Mbah Pipi. Kalian tahu kan
aku biasa memanggil demikian? Itu berasal dari Mbah Tivi. Kenapa? Konon zaman
dahulu jarang orang yang mempunyai televise. Hanya segelintir orang
yangmemilikinya, dan Mbah Pipi terasuk di dalamnya.
Masihkah kalian ingat?
Saat malam-malam kita bermain peran
sekolah-sekolahan di ruang tengah dekat gandhok? Dan dek Arip menjadi guru yang
tak pernah mati gaya. Kita pun terpesona dibuatnya. Sementara para orangtua
kita sesekali tertawa –di tengah obrolan mereka dengan Mbah Pipi/pakdhe/bulik/omkita-
menyaksikan kelucuan-kelucuan kita.
Masihkah kalian ingat?
Ketika malam beranjak larut dan
mata-mata kita masih juga enggan terpejam, kita akan merengek pada bu Fat agar
menceritakan kisah horror? Biasanya tentang cerita lemari simbah yang
glodok-glodok di malam Jumat Kliwon. Sejujurnya aku ketakutan saat itu.
Masihkah kalian ingat?
Saat musim buah kepel tiba, kita
berlomba menandai buahnya dengan nama-nama kita. Ku baca di sana tertera nama
Nana, Agung, Desi, Yoyok, Yeti, Rizal, Arip, Arfian.
Masihkah kalian ingat?
Siang-siang duduk di bawah pohon
dursasana membelah jeruk gulung yang berasal dari kebun Pakdhe Waqos. Atau
mangga yang dipetik Dik Agung. Kita makan dengan bumbu lotis khas bu Fud (gula
jawa doang).
Masihkah kalian ingat?
Minum air kelapa muda berikut makan
degan. Eh, Kang siapa namanya itu yang manjat pohon?
Masihkah kalian ingat?
Saat hujan deras ikut belanja di
warung Kang Suryono kita bercakar ayam dengan kaki dirapatkan agar tidak
tergelincir. Tak lupa membeli biskuit kecil-kecil berbentuk hewan untuk kita
makan bersama?
Masihkah kalian ingat?
Naik andongnya Kang Subak pergi bani
nandi Bantul? Berdesak-desakan tentu saja.
Masihkah kalian ingat?
Lezatnya pepes jamur dan melinjo
bakar hasil perburuan kita? Juga maem ketan bahan renginang simbah. Padahal itu
maudicetak lho.
Masihkah kalian ingat?
Menyapu halaman rumah Mbah Pipi
dengan dibagi petak-petaknya. Secara luas banget halaman rumah Mbah Pipi. Kalau
belum bersih kata Bu Fat belum bleh sarapan. Aku yakin pasti itu cuma gertakan
doang.
Masihkah kalian ingat?
Nyulet kembang apinya dik Rizal.
Hey,mainan dik Rizal paling lengkap kan?
Masihkah kalian ingat?
Dik Nana yang dijemput ngga mau
pulang. Hatiku selalu semendhot saat kita hendak berpisah untuk pulang bersama
ibu bapak kita.
Masihkah kau Ingat Dik Desi?
Kita nari sarinande
disertai tebar bunga? Atau saat kita berdua mandi di sungai Progo,
tiba-tiba air meluap. Kita panik dan pias. Syukurlah kita selamat. Pulang ke
rumah tanpa ketahuan, karena kita sengaja pulang setelah bajunya kering. Weleh.
Hmm apa lagi ya? ada yang hendak
kalian tambahkan?
Dan cerita ini, mari kita tutup
dengan kenangan manis kita, akan orang-orang tercinta yang pergi
mendahului kita untuk kembali pada Sang Pemilik Hidup kita.
Bapakku, (kalian menanggilnya
PakdheWahban), lalu berikutnya Mbah Pipi, Bu Fujar, dan Lek Harto.
Semoga mereka berbahagia di alam
sana.Semoga nantinya kita akan kembali reuni di sana (saat bagian ini kutulis,
aku brebes mili).
And the last, aku menyayangi kalian. Selalu dan akan selalu demikian.
Sampaikan salamku untuk suami/istri dan anak-ana kalian. Serta sungkem untuk
para orang-tua kita...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar