Minggu, 16 Oktober 2016

Resensi Novel Matahari: Petualangan Seru menuju Klan Titik Terjauh


 
 














Judul Novel: Matahari
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Kota Penerbit: Jakarta
Tahun Penerbitan: 2016
Nomor ISBN: 078-602-03-3211-6
Tebal : 400 halaman
Ukuran: 20 cm
Warna Sampul: Cokelat
Harga: Rp88.000

 
Jika pada Novel Bumi bercerita tentang petualangan ke Klan Bulan, dan Novel Bulan tentang petualangan ke Klan Matahari, Nah, maka Novel Matahari ini bercerita tentang serunya Raib, Seli, dan Ali menemukan Klan Bintang.
Dikisahkan, ada empat kehidupan yang berjalan secara serempak di atas planet ini. Yang pertama adalah Klan Bumi atau disebut juga dengan Makhluk Tanah atau Makhluk Rendah; Kedua, Klan Bulan atau juga dikenal dengan sebutan Makhluk Bayangan, tinggal di atas tanah; Ketiga adalah Klan Matahari atau juga dikenal dengan Makluk cahaya, tinggal di atas tanah, antara awan-awan; Dan yang keempat adalah Klan Bintang atau disebut juga Klan Titik Terjauh. Sayangnya, tidak ada yang memiliki pengetahuan tentang dunia Klan Bintang ini. Tidak ada yang pernah menembus dunia mereka.
Namun, siapa sangka, justru Ali, makhluk rendah dari Klan Bumi, berkat kejeniusan dan ketekunannya membaca berhasil mengetahui di mana letak Klan Bintang. Suatu klan yang tak banyak diketahui.
Bagi Raib, teman Ali yang berasal dari Klan Bulan, sebetulnya mudah saja menuju Klan Bintang, -klan yang konon paling tua, dan memiliki pengetahuan paling maju-  yaitu dengan menggunakan Buku Kehidupan miliknya.
Ketika Ali dengan antusias meminta Raib membuka portal menuju Klan Bintang menggunakan Buku Kehidupan miliknya, Raib justru menolak mentah-mentah ide tersebut. Raib tegas mengemukakan alasan yaitu memenuhi janjinya pada Miss Selena aka Miss Keriting dan Av, sesepuh Klan Bulan untuk tidak membuka portal lain tanpa izinnya.
Maka, Ali, si genius. Seperti biasa tak kurang akal. Dia berhasil menciptakan kendaraan berupa kapsul yang digunakan untuk ke Klan Bintang. Nama kendaraannya yang Ali ciptakan adalah ILY. Nama tersebut untuk mengenang sahabat mereka yang gugur ketika bertempur pada petualangan sebelumnya di  Klan Matahari.
Ali meyakini bahwa letak Klan Bintang adalah berada di perut bumi. Maka dimulailah petuangan ketiga remaja menuju Klan Bintang. Ternyata beberapa kejutan segera menyambut ketiganya. Bahaya pun menanti mereka.
Di mulut lorong kuno tempat mereka memulai start menuju perut bumi mereka sudah dihadang oleh ular berukuran besar yang jika mulutnya membuka lebar bisa menelan seekor anak sapi, dengan gigi tajam dan bisanya menyembur di udara bahkan sebelum gigitan mematikan itu tiba.
Hingga tibalah mereka di mantle, lapisan bumi yang kedua, tempat keberadaan  Klan Bintang.  Setelah melewati kesulitan demi kesulitan menghadang, seperti bertemu lagi dengan ular-ular raksasa, serangan ribuan kelelawar akhirnya mereka justru dikejar sosok asing dan berhasil menawan dan membawa ketiga remaja tersebut menuju tempat sebuah perkampungan. Seorang perempuan bernama Faarazaraaf (Faar) makhluk Klan Bintang menyambut mereka.
Klan Bintang menyukai bentuk simetris. Itu sudah menjadi pola hidup, simbol keseimbangan, keteraturan. Penduduk Klan Matahari menyukai bangunan kotak. Bahkan nama-nama penduduk Klan Bintang juga simetris. Bentuk ini tidak hanya indah dilihat, tapi memiliki fungsi. Itu bentuk paling kokoh di perut bumi.
Ibu kota Klan Bintang adalah Kota Zaramaraz. Tak membutuhkan waktu lama, Raib, Seli dan Ali menjadi buron karena atas keberadaan mereka sebagai makhluk asing yang menyelinap. Dan bagi setiap penyelinap ada hukumannya karena bagi Klan Bintang hal tersebut merupakan ancaman. Mereka ingin segera kembali ke permukaan dengan buku kehidupan milik Raib, tetapi apa daya. Buku tersebut disita Sekretari Dewan Kota. Padahal buku itulah satu-satunya cara  membuka portal pulang kembali ke permukaan bumi.
Oleh karenanya mereka secara diam-diam hendak mengambil kembali mengambil buku kehidupan milik Raib. Ketiga remaja tersebut terlibat pertempuran di Markas Dewan Kota saat penyelinapannya diketahui. Ketiganya mengerahkan kemampuan. Raib dengan menghilang dan pukulan saljunya, Seli dengan Petir dari tangannya, adapaun Ali, berubah menjadi beruang besar. Namun mereka tetap harus mengalami nasip tragis, dipenjara. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Lebih seru jika kalian membacanya sendiri.
Novel Matahari ini cocok dibaca oleh segala usia, terutama remaja. Mnegingat tokoh utama dalam novel ini remaja, 15 tahun. Akan banyak lautan hikmah yang dapat kita petik. Pentingnya menguasai ilmu pengetahuan, keharusan memiliki hati yang tulus lagi penuh kebaikan, serta mengajari untuk selalu berani mencoba menemukan hal-hal baru yang kelak berguna untuk kemaslahatan umat.
Usai membaca novel bintang membuat tak sabar lagi menanti kehadiran sekuel berikutnya, yaitu novel Bintang. Sepetinya dalam novel berikutnya akan diceritakan perang dunia parallel. Mari kita sama-sama menanti. Selamat buat tereliye. Imajinasinya begitu luar biasa, liar,  dan tak terduga.


Yeti Islamawati, S.S.
Penggemar Novel

Rabu, 02 September 2015

SELAMAT PAGI INDONESIA




Karya Sapardi Djoko Damono

selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perepuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu

HUJAN BULAN JUNI



Karya Sapardi Djoko Damono

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu                         

1989
(Hujan Bulan Juni  – hal. 90)