Selasa, 12 November 2013

Ada Begitu Banyak Orang Baik yang Tak Kita Kenal dan Tak Pernah Kita Kenal

* Yeti Islamawati Kisah pertama... Di Baqi’ sebuah kampung kecil di pinggiran kota Madinah, Rasulullah saw. seperti biasa menyampaikan nasehat-nasehatnya, “Siapa yang pada hari ini mengeluarkan shadaqah, maka aku akan memberikan kesaksian baginya di sisi Allah pada hari kiamat.” Tak lama datang seorang penduduk. Orang itu begitu hitam kulit mukanya, paling pendek di antara penduduk yang lain. Bahkan lelaki itu dianggap paling hina di antara mereka. Lelaki itu datang membawa seekor unta yang sangat bagus. Tidak ada seekor unta pun yang lebih bagus dari unta miliknya. “Apakah unta ini untuk shadaqah?” tanya Rasulullah saw. “Benar wahai Rasulullah.” jawab lelaki itu. Pada saat itu, ada orang yang berkomentar mengejeknya, ”Dia menshadaqahkan untanya? Padahal unta itu lebih bagus dari dirinya?” Mendengar perkataan itu, Rasulullah saw. tidak senang dan berkata, ”Kamu sangat keliru, itu tidak benar. Bahkan orang ini lebih baik dari dirimu dan untanya. Engkau keliru.” Rasulullah saw. bahkan mengulang perkataan itu tiga kali. Lalu menambahkan, ”Beruntunglah orang yang zuhud, dan juga berusaha, beruntunglah orang zuhud dan juga berusaha.” Kisah kedua... Ia adalah seorang penggembala kambing. Ia belajar kehidupan di lingkungan Badui atau pedesaan. Kalau dia berjalan di padang sahara, dan ada angin bertiup kencang, dia akan jatuh. Dia seorang yang berbadan kurus, ringan berat badannya, tinggi tubuhnya seperti seorang yang sedang duduk padahal dia sedang berdiri. Seakan mata kepala tidak dapat melihatnya tatkala ia berada di keramaian. Ia tidak punya tempat atau kedudukan di antara orang-orang yang berharta, tidak juga memiliki fisik yang bagus seperti orang-orang lain bahkan ia pun tidak mempunyai kedudukan apapun di masyarakatnya. Pendek kata, harta tak punya, postur tubuh kurus kerempeng, kedudukan tidak ada. Dikisahkan juga dia memiliki dua betis yang teramat kecil. Suatu ketika ia memanjat pohon, untuk mengambilkan Rasulullah saw. ranting pohon tersebut, namun saat itu para sahabat menertawakan betisnya yang kelihatan dan teramat kecil, kemudian Rasulullah saw. Bersabda: “Apa kalian menertawakan dua betisnya Ibnu Mas’ud?!, Sungguh kedua betisnya itu lebih berat timbangannya di sisi Allah SWT. Daripada gunung Uhud!!” Rasulullah saw. Justru memujinya. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda kepadanya: “Bacakan Al-Qur’an padaku!!” Dia berkata: “Apakah saya membacakannya padamu (Al Qur’an) sedangkan ia telah diturunkan kepadamu?” Lalu Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku.” Akhirnya pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a. ia diangkat menjadi gubernur Kuffah. Begitulah... Dua kisah nyata di atas adalah fragmen tentang orang baik yang dilecehkan pada awalnya... Pada masa sekarang ini orang banyak yang sering salah menilai, salah mengukur mengenai kriteria orang yang baik itu. Mungkin ada yang berpikir ketenaran adalah bagi orang yang sering masuk TV. Atau berbangga dengan fisik yang dimiliki. Lihatlah iklan-iklan kosmetik sering begitu gentol mempromosikan bahwa untuk menjadi sasaran perhatian maka orang itu harus memiliki tubuh yang tinggi, berkulit putih, berparas cantik dan memiliki tubuh yang molek. Padahal tidaklah demikian cara untuk menjadi seseorang yang berarti. Karena bagaimanapun fisik itu ciptaan Allah. Tatkala ada yang menghina menghina, berarti sama juga dengan menghina yang menciptakannya... Ada berjuta orang baik yang tidak kita kenal dan tak pernah kita kenal. Ada banyak orang yang lebih mulia, lebih terhormat, lebih banyak ibadahnya, lebih khusyuk dalam mengingat-Nya. Hal ini harus kita sadari. Mengapa? Agar kita selalu berbenah ke arah yang lebih baik dan lebih baik lagi. Dan agar kita tidak terlalu tinggi dalam menilai diri sendiri. Karena baik atau tidaknya diri kita hanya di akhirat nanti akan diketahui, bahwa kita termasuk golongan yang mana...? Ada begitu banyak orang baik yang memilih untuk tidak menjadi orang yang terkenal. Agar dia dan Allah saja yang tahu akan kebaikan-kebaikannya. Keikhlasan dan kejujuran menjadi kuncinya. Mungkin orang-orang itu ada di sekitar kita, ada di dekat kita. Mereka yang mempunyai banyak amal kebaikan. Yang bisa jadi kita nilai orang itu dia bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, dan kita yang lebih baik darinya. Tetapi sekali lagi...Siapa yang tahu...? Yang menilai Allah, bukan manusia. Pola pikir yang selalu menilai menggunakan kacamata yang tidak tepat misalnya menggunakan kriteria versi industri media, seringkali menimbulkan ketimpangan. Orang sering dinilai baik adalah orang yang terkenal. Jika kamu tidak terkenal, maka kamu bukan siapa-siapa. Padahal kalau kita membuka mata lebar-lebar, lihatlah banyak orang yang terkenal bukan karena kebaikannya tetapi karena hal yang sebaliknya, korupsi misalnya. Pastilah hal ini tidak layak untuk ditiru. Seorang Imam Syafi’i sendiri mengajarkan kepada kita, bahwa baik tidak berarti terkenal, ketika beliau berkata, ”Saya ingin sekali manusia mengetahui ilmu ini dan tidak menisbahkannya sedikitpun kepada saya selamanya... Agar aku diberi pahala karenanya dan mereka tidak memuji aku.” Ya, memang ada berjuta orang baik yang tak kita kenal... Karena bagaimanapun, kejujuran dan keikhlasan memancarkan kilauan dan sinar meskipun berjuta mata tidak melihatnya. Kita jangan buta pada keistimewaan orang lain. Menyembunyikan amal tidaklah mudah karena rongrongan nafsu menginginkan yang sebaliknya. Namun ada hal penting yang perlu kita catat di sini yakni, jangan pernah kita berhenti beramal dengan alasan takut tidak ikhlas. Seorang alim mengatakan, “Orang yang meninggalkan amal kerana takut tidak ikhlash, maka ia telah meninggalkan keikhlasan dan meninggalkan amal itu sendiri. Mari berlomba untuk menjadi baik... Semoga kita dapat reuni di jannah-Nya. Amin. Wallahua’lam... *Penulis adalah guru Bahasa Indonesia MTsN LAB UIN Yogyakarta Sumber Inspirasi  Ridho, Akram. 2007. Manajeman Diri Pemuda. Solo: Media Insani Publishing.  Tarbawi Edisi 99 Th. 6 / Dzulka’dah 1425 H / 6 Januari 2005 M. Pernah dimuat di majalah Bakti No 269 - THXX - November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar